Kamis, 27 Desember 2007

“HARUS DISYUKURI DENGAN SYARIAT ISLAM”

KEMERDEKAAN itu bukan untuk diperingati tapi harus disyukuri. Karena memperingati itu tindakan mubazdir. Kemerdekaan itu lahir karena jihad bangsa Indonesia kepada orang kafir. Cara mensyukurinya diisi dengan syari’at Islam. Harapannya, bila kemerdekaan itu disyukuri dengan penerapan syareat islam, maka bisa menghasilkan baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Pola penerapan syaret itu harus menggunakan UU syareat Islam. Kepemimpinan yang diterapkan bukan lagi seperti saat ini. Tapi menggunakan ulil amri, yaitu khilafah.
Untuk menuju kemerdekaan ideal-subtansial, itu harus melalui penerapan syareat islam, sehingga nantinya bisa melahirkan kesejahteraan dan moralitas bangsa yang baik.
Sikap pemerintahan Islam kepada orang kafir itu setidaknya ada dua: 1) Laa ikra ha fiddin (jangan memaksakan agama) 2) orang kafir harus diperlakuakn dengan adil
Penegakan syareat ini memang banyak tantangannya. Tapi ini adalah sunnatullah. Sejauh ini, menurut saya perjuangan kepada pengakan syareat masih bisa menggunakan dakwah bil lisan. Jadi jihad itu kan ada tahapan-tahapannya. Mulai lisan, harta hingga tangan (senjata). Tapi menurut saya, saat ini kita masih cukup menggunakan argumentasi.
Saat ini memang berbeda dengan zaman orba. Bila dulu berwacana saja tidak boleh, tapi saat ini sudah boleh. Tapi saat ini kebebasannya sudah kebablasan, banyak yang keluar dari syareat Islam semisal majalah pornografi dan seterusnya. Ironisnya lagi syareat islam yang jeas-jelas tujuannya baik, itu masih dipersulit.
Kebebasan dalam islam, menurut saya adalah kebebasan yang tidak keluar dari Islam.
Perbedaan mengenai multi madzhab itu adalah alamiah. Ini wajar selama tidak mengenai perbedaan yang pokok. Misalkan yang pokok itu adalah mengenai jumlah rakaat shalat. Itu tidak boleh berbeda. Tapi bila perbedaan itu hanya mengenai cabangnya, misalkan persoalan perbedaan qhunut dan atau cara meletakkan jari telunjuk yang berbeda-beda pada tahiyyat akhir itu tidak masalah.
Bila perbedaan madzhab ini kemudian meruncing dan menimbulkan friksi di antara ummat islam, maka solusinya adalah daulah islamiyyah, negara islam. karena al-immamul yarfa’ul alkhilafah (imam itu bisa menyelesaikan perbedaan)

Wawancara dengan Abu Bakar Ba’asyir
Adib Minanurrachim
Dimuat di SC Magazine Vol II

Tidak ada komentar: