Sabtu, 27 Oktober 2007

GERAKAN TANAM HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

(II)

PEMULIHAN kondisi hutan seperti semula adalah harapan semua pihak. Jika hal ini diabaikan, bencana longsor, banjir dan kekeringan akan segera melanda kota Kendangkempul ini. Merespon persoalan ini, Kepala Bappedalda banyuwangi, Ir. Abdul Wahid mengingatkan, “dengan penebangan daerah hutan yang memiliki kemiringan tinggi, maka akar-akar pohonnya akan mati. Sehingga tidak ada lagi kekuatan yang mampu mencengkeram dan mempertahankan butir-butir air. Bila hujan datang, kecepatan air akan lebih tinggi dan menggerus butiran-butiran tanah lalu hancur. Selanjutnya mengalir ke sungai, dan ketika hujan deras sunagi kan pasang. Jika ditambah dengan air yang datang dari atas (hutan), akibatnya tidak dapat dibayangkan.”
Tugas berat yang dipikul perhutani ini secapatnya hrus dilakukan. Tapi terasa mimpi bila sekali kerja bisa mengembalikan kondisi hutan seperti semula. Sebab pertumbuhan pohon jati, mahoni dan lainnya tidak seperti tanaman semusim, palawija. Butuh waktu panjang untuk mengembalikan kondisi hutan seperti semula. Pelibatan masyarakat dalam penanaman hutan kembali, merupakan satu agenda reboisasi yang tidak boleh ditinggalkan Perhutani. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pinggir hutan dan dapat mengeliminir penebangan ilegal. Lalu secara langsung atau tidak, masyarakat pinggir hutan akan turut serta memelihara kelestarian hutan.
“Melihat permasalahan yang kompleks, Perhutani selaku pemelihara hutan memang sudah secepatnya bertindak. Karena bila ini diabaikan maka bukan hanya hutan produksi saja yang habis, hutan lindung dan hutan konservasi bisa juga dijarah musnah,” tegas Suwandi berapi-api.
Masih menurut pemuda asal kota Muncar ini, perlu ada perubahan paradigma pemeliharaan hutan. “Sudah saatnya ada perubahan paradigma dengan sistem yang lebih bisa diterima oleh masyarakat, seperti PHBM (Penanaman Hutan Bersama Masyarakat). Selain itu harus ada pembinaan terhadap petani hutan agar mereka percaya bahwa hutan selain membawa kebaikan terhadap umat manusia umumnya, juga akan membawa keuntungan bagi mereka.”
Menyaksikan hutan produksi yang telah terjarah sekira 11.000 Ha, dan banyak yang menjadi tanah kosong, Ayyib Darmansyah mengatakan sekira 9000 Ha dari hutan yang dijarah sudah ditanam kembali.
“Dalam rangka PHBM, Perhutani sudah sharing, saling berbagi gagasan, waktu dan kesempatan. Contohnya seperti yang telah kami lakukan dengan penanaman jeruk di daerah Buluagung. Di sana dipetak 14 buah dan ditanami jeruk sekitar 49,6 Ha. Pohon jeruk itu merupakan permohonan dari masyarakat. Untuk daerah Blambangan, itu menggunakan pola jarak 12x1 dan yang berada di tengah-tengahnya itu diberi tanaman jeruk,” jelasnya.
Berangkat dari komitmen masing-masing stake holder di atas, menyiratkan bahwa pengetahuan, moral dan tanggungjawab cukup menentukan suatu tindakan yang dipilih seseorang dan masyarakat. Karena itu pendidikan sadar lingkungan, atau bina cinta alam supaya segera dilakukan oleh pihak perhutani bekerjasama dengan elemen-elemen sosial dan masyarakat pinggir hutan. Selanjutnya yang tak kalah penting adalah kejujuran dan kedisiplinan par penjaga hutan harus lebih ditingkatkan. Karena perilaku para penjaga hutan adalah contoh bagi masyaakat pinggir hutan.

Adib Minanurrachim dan Hendra Wahyudi
Dimuat di ALFIKR No 10 Th X/Agustus-Oktober 2003

Tidak ada komentar: